KabarBeritaku.com, (SLAWI )- Dunia sinematografi sudah menjadi bagian dari perjalanan karir seni kreatif Faizin (35), guru Bahasa Indonesia dan juga kepala perpustakaan di SMK NU Slawi yang telah menelurkan 49 karya film dari berbagai jenis dan berhasil menyabet 17 nominasi prestasi dari 13 judul filmnya.
Pria yang akrab disapa Faiz ini lebih banyak melibatkan peserta didiknya di SMK NU Slawi dalam proses penggarapan filmnya. Hal tersebut dimaksudkan agar murid-muridnya bisa memiliki tambahan bekal pengetahuan dan pengalaman pada proses pembuatan film yang tidak saja menuntut kreatifitas dan seni, tapi juga kerjasama yang baik sebagai sebuah tim kerja.
Ketertarikannya dalam pembuatan karya film ini berawal dari dunia seni teater yang ia lakoni selama duduk di bangku kuliah di Universitas Pancasakti (UPS) Tegal. Ia bahkan mendirikan komunitas teater di kampus tempatnya belajar yang ia beri nama Teater Akar untuk menuntaskan hasratnya sebagai pemain drama sekaligus penulis cerita.
Sekilas Profil Faizin
Faizin lahir di Desa Tembok Luwung, 24 Desember 1986 dari pasangan Dulkodir dan Sanidah. Ia adalah anak terakhir dari enam bersaudara. Faizin bersama istrinya, Trisna Kusumaningtyas dan putri semata wayangnya Khansa Tsabita Faizin tinggal di Tembok Luwung RT40/RW08, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal.
Faizin, pemuda asal Desa Tembokluwung, Kecamatan Adiwerna, penulis naskah 49 judul film di mana 13 judul film diantaranya berhasil memenangkan berbagai penghargaan festival film di tingkat kabupaten-kota, provinsi dan nasional.
Masa sekolah dasar Faizin dituntaskan di SD Negeri 4 Tembok Luwung tahun 1993-1999 dan dilanjutkan dengan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 5 Adiwerna tahun 1999-2002.
Adapun jenjang pendidikan menengah atas ia tuntaskan di SMK NU 1 Slawi pada tahun 2002-2005 yang kemudian dilanjutkan dengan menempuh pendidikan tinggi di Universitas Pancasakti (UPS) Tegal mengambil jurusan pendidikan Bahasa Indonesia pada tahun 2005-2009. Di UPS Tegal, Faiz dinobatkan sebagai wisudawan terbaik. Di tahun 2014-2017 Faizin berkesempatan melanjutkan pendidikan magisternya dengan mengambil jurusan pendidikan bahasa Indonesia di Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Pengalaman kerja pertamanya adalah sebagai guru di SMK NU 1 Suradadi tahun 2008-2009. Di tahun 2009-2011 ia beralih mengajar ke MTs Al Kamal Tarub. Adapun profesinya sebagai guru tetap ia peroleh di SMK NU Slawi sejak 2010 hingga sekarang.
Sebagai kader pemuda, Faiz aktif di berbagai kegiatan organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan, dari pengurus Masjid At-Taqwa Tembokluwung, Karang Taruna Desa Tembokluwung, hingga lembaga media PC Ansor Kabupaten Tegal.
Teater dan Perfilman
Di usia remaja, Faiz sudah tertarik dengan dunia fotografi, termasuk saat aktif di dunia seni peran Teater Akar yang ia dirikan semasa kuliah. Kemampuannya menulis skenario film ia peroleh dari pengalamannya dalam membuat skenario pementasan teater.
Menurutnya, pembuatan naskah film tak ubahnya seperti penulisan naskah drama pada pementasan seni teater. Penulis naskah harus bisa menentukan dinamika yang akan diciptakan dalam setiap pembabakan dan kemudian bagaimana membangkitkan gairah atau kehidupan pada setiap plot tersebut dengan mendetailkan emosi agar bisa dirasakan penonton atau pemirsanya hingga membentuk satu rangkaian alur kisah yang utuh dan jelas.
Dan tahun 2010 menjadi debut awalnya membuat skenario film berjudul Aku Nyontek. Dari sini Faiz mulai tertarik dengan dunia sinematografi dan baru di tahun 2012, ia mulai menekuni dunia seni perfilman digital setelah menggarap film Cincin Cinta Amanah.
Berbeda dengan perannya sebagai pemain sekaligus penulis cerita di bidang seni teater, di sinematografi, Faiz lebih memilih berkarya dibalik layar sebagai penulis naskah sekaligus skrip film yang digarapnya.
Karir di Perfilman
Dari pengalamannya membuat dua judul film, di tahun 2014, berbekal peralatan kamera seadanya, Faizin mulai memberanikan diri terjun mengikuti Festival Film Tegal. Meskipun, keberuntungan saat itu belum berpihak kepadanya. Film yang ia garap tidak memenangkan satu pun nominasi yang dilombakan.
Meski demikan, hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk terus berproses, memperbaiki karya dan menambah jam terbang pengalaman pembuatan film.
Berbekal saran masukan dan kritik dari dewan juri Festival Film Tegal serta belajar teknik perfilman dari berbagai sumber, Faiz terus berbenah, menyempurnakan karya filmnya agar layak masuk dalam ajang kompetisi perfilman.
Setahun kemudian, atau tepatnya pertengahan 2015, saat Pemerintah Kabupaten Tegal menyelenggarakan festival filmnya yang pertama, Faiz mengajukan tiga karya filmnya untuk dikompetisikan. Keberuntungan pun kali ini berpihak kepadanya, di mana salah satu film karyanya berjudul Gadis meraih penghargaan terbaik dengan memborong sejumlah nominasi yaitu sutradara terbaik, pemain terbaik, musik terbaik, dan editor terbaik.
Skanu Film, Komunitas Sinematografi SMK NU 1 Slawi
Sebagai seorang pendidik muda bertalenta, Faiz selalu ingin menularkan pengetahuan serta keilmuannya di bidang seni teater, membaca puisi dan fotografi, sampai kemudian ia mendirikan komunitas Nol Koma di pertengahan 2014, sebuah wadah bagi pelajar SMK NU 1 Slawi untuk mengenal dan mendalami kegiatan kesenian yang diampunya.
Hanya berjalan enam bulan, Faiz kemudian merubah komunitas ini menjadi Skanu Film di awal 2015 karena setelah melalui proses penelusuran bakat dan minat, komunitas yang awalnya hanya beranggotakan 8 orang siswa ini lebih menyukai dunia seni peran dalam perfilman.
Sementara ini, lanjut Faiz, di SMK NU 1 Slawi sendiri belum memiliki jurusan yang secara khusus mendalami keahlian di bidang perfilman seperti teknik produksi dan penyiaran program pertelevisian atau broadcasting, multimedia, animasi maupun desain komunikasi visual.
Faiz dan Skanu Film
Prestasinya menjuarai Festival Film Tegal di tahun 2015 bersama Skanu Film telah menjadi pelecut semangatnya berkarya lebih hebat dengan memproduksi sebanyak-banyaknya film, disamping untuk memberikan ruang aktualisasi dan pengalaman bagi peserta didiknya di SMK NU 1 Slawi menyelami dunia perfilman.
Rata-rata, setiap tahun Faiz dan Skanu Film mampu memproduksi sedikitnya empat judul film pendek. Dan sampai dengan hari ini, tercatat sudah lebih dari 45 karya film baik film pendek, film iklan layanan masyarakat maupun film dokumenter yang sudah dibuatnya, baik atas nama probadi maupun komunitas Skanu Film.
Ditanya soal film yang paling membuatnya terkesan, Faiz menuturkan jika film garapannya berjudul Gadis di tahun 2015 adalah karya yang memiliki kesan paling dalam. Menurutnya, film bergenre edukasi untuk mensosialisasikan bahaya AIDS yang dipesan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal ini memiliki tingkat kesulitan tersendiri di debut awalnya membuat film profesional.
Dari film Gadis ini pula untuk pertama kali karyanya mendapat penghargaan terbaik di Festival Film Tegal 2015 dan menjuarai sejumlah kompetisi film lainnya seperti juara satu festival film se-eks Karesidenan Pekalongan, juara satu festival film tingkat Jawa Tengah yang diselenggarakan Unnes, dan juara satu festival film tingkat Jawa Tengah yang diselenggarakan LP Maarif NU.
Di tahun 2016, Faiz pun mengikuti ajang kompetisi film tingkat nasional yang diselenggarakan PT Kantor Pos Indonesia di Bandung dengan mengikutsertakan karya filmnya berjudul Surat untuk Presiden. Pada festival film yang melibatkan Deddy Mizwar sebagai dewan jurinya ini, Faiz menyabet empat nominasi terbaik.
Karya dan Prestasi Perfilman Faiz
Berikut adalah daftar karya film Faiz baik sebagai pribadi maupun bersama komunitas sinematografinya di Skanu Film maupun rumah produksi Circle Studio:
Aku Nyontek (Film, 2010)
Cincin Cinta Amanah (Film, 2012)
Seribu Tujuh Ratus (Film, 2014)
Kamar Kosong (Film, 2014)
Pasar Banjaran (Reportase, 2014)
Taman Rakyat Slawi Ayu (Reportase, 2014)
Gadis (Film, 2015)
Martabak (Film, 2015)
Topeng Monyet (Film, 2015)
Dari Lia untuk Bapak (Film, 2015)
Surat untuk Presiden (Film, 2015)
Berkah Syariah (Film, 2016)
Hafalan Al Baqarah 185 (Film, 2016)
Kenangan yang Bernama 1 (Sinematisasi Puisi, 2016)
Kenangan yang Bernama 2 (Sinematisasi Puisi, 2016)
Pohon Bimo (Film, 2017)
Merdekah Kita (Sinematisasi Puisi, 2017)
Tri Zero (Film, 2017)
Kuntulan (Film, 2018)
Pemuda Hebat KNPI (Film, 2018)
Profile SMK NU 1 Slawi (Video Profil, 2018)
Ekologi Hutan Mangrove (Vlog, 2018)
Lunas (Film, 2018)
Rolasan (Film, 2018)
Meraih Mimpi (Film, 2019)
Berkah Runtah (Film, 2019)
My Story (Film, 2019)
Status (Film, 2019)
Scroll (Dokumenter, 201o)
Runtah (Film, 2019)
Ikhlas (Film, 2019)
Wisata Religi Sultan Amangkurat 1 (Vlog, 2019)
Ilusi (Film, 2019)
Si Doel Anak Lumingser (Film, 2019)
Selamat Tidur (Film, 2020)
Malam ini Aku Ingin Tidur di Matamu (Film, 2020)
Aja Mudik (Iklan Layanan Masyarakat, 2020)
Doa New Normal (Film, 2020)
Pembelajaran New Normal (Iklan Layanan Masyarakat, 2020)
BLT Covid 19 (Film, 2020)
Daring 1 (Film, 2020)
Vaksinasi (Film, 2020)
Prabanlintang (Vlog, 2020)
Batik Bengle (Film, 2021)
Posting (Film, 2021)
Dibuang Sayang (Film, 2021)
Daring 3 (Film, 2021)
Dini (Film, 2021)
Vaksin (Film, 2021)
Dari jumlah tersebut, 13 judul film diantaranya telah meraih penghargaan di berbagai festival film tingkat di kabupaten dan kota, provinsi, hingga nasional.
Perfilman Menurut Faiz
Industri perfilman menjanjikan masa depan yang cerah seiring dengan menguatnya penggunaan media digital sebagai sarana masyarakat dalam mendapatkan informasi dan hiburan.
Faiz menuturkan, dengan teknik yang tepat, film tidak saja mampu menghibur penontonnya, tapi juga mengedukasi tanpa kesan menggurui. Sehingga di sini, sineas juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengangkat isu yang paling dekat dengannya, seperti soal keberagaman daerah, permasalahan sosial hingga pelayanan publik.
Jika sudah masuk ke ranah ini, maka produksi film yang sifatnya mengedukasi, membangun opini publik akan gambaran ideal kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi tidak selalu menguntungkan karena kerap tidak sejalan dengan ’matematika’ pembiayaan film.
Meski demikian, menurutnya, potensi perfilman di Kabupaten Tegal tidak akan pernah surut hanya karena kendala biaya produksi. Adanya komunitas perfilman yang diisi sineas-sineas muda berbakat yang sedang mencari pengalaman, termasuk dari anak-anak sekolah menjadikan logika keekonomian film menjadi dikesampingkan.
Dari sini pula kemudian banyak bermunculan film-film indie yang tidak akan pernah dijumpai di layar lebar, melainkan di platform media sosial seperti youtube, facebook, ataupun video.
Saat ini, Faiz juga aktif di rumah produksi film Circle Studio yang selain memproduksi film komersil juga mengisi workshop perfilman di sekolah, komunitas, maupun organisasi.(Jaylani Iqbal/Kbk)