KabarBeritaku.com, ( TEGAL )- Film “Before You Eat” (BYE) yang menyoroti akar masalah perbudakan anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan asing akhirnya tayang perdana di Kota Tegal, Rabu (18/05/2022).
Film dokumenter yang diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan didukung oleh Greenpeace Indonesia ini telah menjalani proses produksi sejak tahun 2020. Kegiatan nonton bareng (nobar) dan diskusi film berlangsung di halaman rumah CEO Lingkar Aksara yang juga ketua Lapesdam PCNU Kota Tegal. Nampak hadir dalam nonton bareng film Before You Eat, sejumlah mahasiswa, IPNU, LBH Ansor, dan kalangan masyarakat umum.
Menurut salahsatu penyelenggara dari LBH Semarang , Fajar Andhika , Film ini akan berlayar ke berbagai lokasi lainnya di Indonesia sepanjang tahun 2022. Film ini diproduksi sebagai desakan bagi pemerintah Indonesia untuk serius membenahi kebijakan tata kelola perekrutan ABK Indonesia, serta bersikap lebih tegas dalam memberikan perlindungan pada ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.
Bobi Anwar M Sekjen SBMI mengatakan, film dokumenter ini mengekspos fakta bahwa praktik perbudakan modern di atas kapal berbendera asing masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Oleh karenanya, pemerintah tidak bisa lagi tak acuh atas tugas dan tanggung jawab perlindungan. Bobi juga menilai
“Pemerintah Indonesia harus segera berbuat dan melakukan tindakan konkret. Jika tidak, bisa dikatakan bahwa pemerintah melanggengkan praktik buruk ini dan turut melakukan pembiaran pelanggaran HAM. Bahkan pemerintah tidak serius, karena peraturan dan perundang- undangan saja sampai sekarang belum disahkan,” ujar
Satu suara dengan Hariyanto, juru kampanye laut Greenpeace Asia Tenggara Arifsyah Nasution yang sekaligus produser eksekutif film “Before You Eat” mengatakan bahwa praktik perdagangan orang serta kerja paksa di atas kapal perikanan ini merupakan kejahatan luar biasa yang acap kali melibatkan berbagai jaringan aktor lintas negara. Bahkan menurutnya korban Anak Buah Kapal ( ABK ) asing dari tahun ke tahun semakin meningkat. ” Dari pengaduan dan catatan yang diterima SBMI, pada tahun 2016 ada 38 kasus, tahun 2019 ada 139 kasus, 2020 ada 127 Kasus dan tahun 2021 ada 188 kasus. Tegal menjadi paling tinggi se Indonesia yang menjadi korban,”paparnya.
Arifsyah menuturkan seiring dengan eksploitasi terhadap ABK, sering kali praktik perikanan ilegal yang mengancam kelestarian laut secara global juga dilakukan bersamaan. “Di samping tanggung jawab Pemerintah Indonesia, industri perikanan global juga memiliki kewajiban untuk membersihkan rantai pasok dan pasar mereka dari produk-produk makanan laut yang dihasilkan dari eksploitasi pekerja dan perikanan ilegal,” tegasnya. (Tim /KBk)